Izinkan.

Aku sendiri, duduk di sebuah kedai kopi di pinggir jalan. Menatap jalanan yang ramai dilalui banyak kendaraan serta orang berlalu lalang. Mesin kendaraan berderu, sesekali bunyi klakson saling bersaut-sautan. Beberapa kelompok orang lewat sambil saling melempar tawa, atau hanya dua orang yang larut dalam perbincangan milik mereka, atau satu orang yang jalan sendirian dengan tergesa, atau justru perlahan seakan menikmati perjalanan itu sendiri.

Kota ini begitu asing. Beratus, bahkan mungkin beribu kilometer jauhnya dari rumahku sendiri. Aku datang kesini sendiri, entah dengan maksud atau tujuan apa. Aku hanya ingin pergi, berlari, dan sampailah aku disini.

Kepadatan jalan di hadapanku mulai berkurang. Kini tinggal beberapa orang yang berlalu-lalang, tinggal beberapa kendaraan yang melintas, rata-rata dengan tingkat kecepatan yang tinggi. Di meja sudah ada dua cangkir kopi yang kosong.

Aku seperti seseorang yang menunggu. Hanya berdiam diri memperhatikan jalan di hadapannya. Memperhatikan orang-orang, memperhatikan keadaan. Kenyataannya aku tidak menunggu siapapun. Bahkan aku masih belum tahu untuk apa aku ada disini, kenapa?

Aku mengeluarkan handphone dari dalam tas. Melihat layarnya yang hitam, gelap. Benda ini memang sengaja aku matikan dari pertama aku sampai di kota ini. Aku ingin memutus semua komunikasi. Sudah kubilang dari awal, kan, bahwa aku ingin berlari?

Aku memanggil pelayan kedai tersebut, memesan satu lagi cangkir kopi. Pelayan itu mengangguk ramah. Sepertinya dia sudah biasa menghadapi pendatang yang memilih untuk menyepi di kedai ini bersama kopi.

Tepatnya, aku berada 11.711 kilometer dari rumahku yang berada di ibukota Indonesia. Sudah sebegitu jauh. Lantas mengapa masih terasa begitu dekat?

Aku berusaha mengalihkan pikiran-pikiranku pada berbagai hal, lalu mengapa hanya kepadamu pikiranku bermuara?

Banyak sekali suara-suara bising yang jalanan ini ciptakan, lantas mengapa yang paling terdengar hanyalah suara bisikanmu malam itu ketika kamu bilang kamu menyayangiku?

Tempat ini begitu ramai, tapi aku merasa sunyi.

Tempat ini begitu jauh, sementara aku begitu rapuh.

Aku dan kamu, kita memiliki sekat, tapi kenapa kamu tetap terasa lekat?

Izinkan aku lari, izinkan aku pergi, izinkan aku untuk tidak kembali.

-

-

-

Malam semakin larut, aku semakin takut.


Aku tersenyum kecut, bayanganmu ternyata masih ikut.

(source: trekearth.com)

Komentar

much related

Kenapa Kita?

Bertemu.

A Chapter.