Year by Year.
Di postingan berikut ini, gue
bakal nyoba untuk flashback tahun
demi tahun yang gue jalanin sampe akhirnya gue sampe di tahun 2018. Tapi dari
tahun 2012 aja…karna cuma sejauh itu ingatan ini masih berjalan baik. Hehehehe.
Let’s start, shall we?
2012 – Tahun ini adalah tentang
keberanian. Keberanian mengakui perasaan, keberanian membuat komitmen,
keberanian menerima dan mengikutsertakan seseorang dalam kehidupan gue,
keberanian untuk percaya dan benar-benar memberikan hati untuk seseorang. Yes, 2012 was a year where finally I got my
very first boyfriend! Telat banget ya pacar pertama gue di umur 16 tahun? (And till now, he is still the only man who
ever got in a relationship with me, by the way). HEHEHEHEHEHE. Sebelum akhirnya
pacaran pun, gue butuh waktu yang cukup lama untuk mengakui perasaan gue
sendiri. Gue selalu berusaha mengelak, menghindar dari perasaan itu. Why? Just because I was too scared. Sedari
dulu gue adalah orang yang sulit banget untuk percaya sama orang lain. Apalagi sampe
akhirnya got myself in a relationship
that need a trust and a commitment, wah, ini susah banget untuk gue.
Seorang gue yang tingkat insecure-nya
tingkat tinggi sekali. (Bahkan gue pernah ditembak cowok tapi abis itu gue
nangis saking takutnya HAHAHAHAHA). Tapi akhirnya pada tahun ini gue memutuskan
untuk mencoba hal baru dalam hidup gue. Di tahun ini gue juga belajar tentang
tanggung jawab. Di tahun ini, gue dikasih kesempatan untuk belajar organisasi. Dikasih
kesempatan untuk ikut kepanitiaan ini dan itu, dengan divisi yang berbeda-beda.
Here are some highlights about the year:
“Kalo lo emang ngga ada rasa
apa-apa sama dia, jauhin dia sekarang juga, bisa?”
“Ibarat hati gue kayak selembar
kertas kosong, ya, kertas ini udah ngga sepenuhnya kosong. Udah banyak coretan
tinta di atasnya untuk dia. Meski masih belom bisa gue deskripsikan sebagai
apa.”
“Kalo emang udah saling sayang,
kenapa ngga pacaran aja, sih?”
“Karna memastikan lo sampe di
rumah dengan selamat adalah hal indah buat gue.”
2013 – Tahun ini mengantarkan gue
pada gerbang perpisahan dan pertemuan-pertemuan baru. Dimana gue harus
beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan baru di hidup gue. Tahun ini gue
lulus SMA! Dan tahun ini gue masuk kuliah di jurusan yang sangat gue inginkan
dari SMP, meski bukan di Universitas yang gue impi-impikan. Tahun ini gue harus
nerima kenyataan kalo gue harus pisah sama sahabat-sahabat SMA gue karna mereka
rata-rata kuliah ngga di Jakarta. Oh iya, tahun ini gue juga putus, meski abis
itu nyambung lagi, dan kemudian gue harus mengalami apa itu long (suck) distance relationship. Perpisahan
dengan sahabat SMA kemudian nganterin gue untuk ketemu sahabat-sahabat lain di
dunia perkuliahan. Dunia yang sangat amat gue takutin karna katanya, dunia
perkuliahan adalah dunia yang sangat individualis. OMG! Dan di tahun ini gue dapet kenyataan bahwa keluarga juga bisa
jadi faktor seseorang gagal move on. HAHAHAHAHAHA.
Here are some highlights about the year:
“Nikmatin, deh, tuh, masa SMA
kalian. Karna nanti pas kuliah, udah ngga bakal ada lagi kejadian-kejadian yang
jaman SMA kalian dapetin. Kayak nyalin lks sekelas contohnya.”
“Baik-baik, ya, di Jakarta.”
“Selamat datang di Keluarga Besar
Psikologi UNJ!”
“Kuliah yang pertama, dan,
organisasi yang utama.”
2014 – Tahun ini gue belajar
tentang kehilangan. Di tahun ini, gue belajar beradaptasi lagi untuk hidup
sendiri setelah selama kurang lebih setahun lebih gue punya tempat pribadi
untuk berbagi. Perpisahan menjadi nyata saat itu untuk gue dan dia. Tahun ini
gue juga mulai (lagi-lagi) mencoba sesuatu yang baru di hidup gue. Nyemplung iseng-iseng ke organisasi
ekskutif kampus alias BEM atau saat itu bernama HMJ (Himpunan Mahasiswa
Jurusan) Psikologi. Dan hasil dari iseng-iseng ini ternyata menyenangkan serta
menjadi awalan cerita baru untuk kehidupan gue di kampus. Di tahun ini gue juga
kembali dekat dengan beberapa orang lain di hidup gue, berusaha kembali membuka
hati, berusaha percaya, dan dari sini gue belajar kalo ngga ada yang lebih
penting dari menyembuhkan diri sendiri dulu. Di tahun ini gue sadar kalo gue
ngga akan bisa memulai cerita baru kalo belum benar-benar melepas cerita lama
gue. Di tahun ini gue tau, gue adalah seseorang yang bisa sepenuhnya pergi dan
selesai jika segala sesuatu di hati gue sudah tersampaikan. Di tahun ini gue percaya
bahwa kesibukan adalah pelarian terbaik, which
now I know, it isn’t. But in that time, being busy was the fastest and the only
way to getting myself away from any pains.
Here are some highlights about the year:
“Emangnya, nangis itu simbol
kelemahan?”
“Pacaran pake syarat? Kita mau
pacaran apa jual tanah?”
“What happened there, let it stays there.”
2015 – Tahun ini tentang
keyakinan. Tahun diawali dengan Mamahku sakit dan dirawat di rumah sakit. Those all were worst days in my entire life.
Dan gue cuma bisa percaya sama doa-doa yang gue kirim ke Allah. Dan dari tahun
ini gue begitu percaya bahwa kekuatan doa adalah nyata. Di tahun ini gue
dikasih kesempatan untuk muter balik ke masa lalu gue, hampir kembali mengulang
cerita yang sama, lagi-lagi untuk diajarkan pada yakin itu sendiri. Karna ternyata,
keputusan gue (dan dia) di tahun sebelumnya udah bener, untuk kembali menjalani
hidup masing-masing. Harusnya dari awal gue udah yakin bahwa itu yang terbaik. Tapi
gue ragu, dan memutuskan kembali ke masa lalu. Hasilnya pun tinggal kenangan. Gue
juga dikasih sebuah tanggung jawab lain di tahun ini, yang gue sama sekali ngga
sangka bakal gue dapetin. Tapi tanggung jawab ini juga nganterin gue ke berbagai
hal, dan semuanya berujung pada satu, perbaikan diri sendiri. Gue juga (seakan
ditantang) untuk ngelakuin sesuatu yang agak ‘rebel’ untuk sebuah benar yang gue yakini. Di tahun ini juga squad-squad kehidupan gue udah terbentuk.
Ada cewek-cewek kelas, cewek-cewek lintas kelas, sampe temen-temen lintas
angkatan yang kemudian kita semua jadi saling mendengar, saling peduli, hingga
saling menyayangi.
Here are some highlights about the year:
“Gue takut kehilangan rembulan,
di saat gue terlalu sibuk mengejar bintang.”
“Lo jangan gampang percaya sama
cowok ya. Cowok tuh jahat.” (Fyi ini cowok yang ngomong. So don’t blame me.)
“Kalo lo mau bikin orang
disiplin, lo harus belajar untuk ngedisplinin diri lo sendiri dulu.”
“Belajar buka hati, Tebil.”
“Tanggung jawab kita ini berat,
perjalanan kita bakal susah, kalo ada yang ngerasa ngga sanggup silahkan mundur
dari sekarang.”
“Ngga sama tapi. Milea semu, lo
nyata.”
2016 – Tahun ini adalah tentang
memaafkan. Memaafkan keadaan sekitar adalah hal yang harus gue lakukan di awal
tahun ini. Tahun ini gue juga bener-bener merasakan dampak dari nyemplung asal-asalan gue di tahun 2014.
Gue dikasih satu tanggung jawab (lebih ke amanah, sih) besar sama temen gue
sendiri. Di pertengahan tahun gue nerima kenyataan pahit yang bikin gue semakin
susah untuk percaya sama orang. Sesuatu yang bahkan sempet nahan gue untuk
nulis selama beberapa saat. Gue pikir gue ngga akan bisa maafin dia, tapi di
tahun ini hampir semua tema seminar
adalah tentang memaafkan. Dan pada akhrinya, gue belajar untuk memaafkan. Bukan
untuk siapa-siapa, tapi untuk ketenangan diri gue sendiri. Di tahun ini gue
juga akhirnya merasakan jatuh cinta untuk yang kedua kali di hidup gue.
Seseorang ini begitu berhasil bikin gue meruntuhkan dinding pertahanan yang
udah gue bangun tinggi-tinggi. Dia ngebuat gue jadi diri gue sendiri, and that was the point of falling in love,
right? Di akhir tahun lagi-lagi gue harus belajar untuk memaafkan. Kali ini
memaafkan diri gue sendiri. Diri gue yang sangat dipenuhi penyesalan karna ngga
bisa denger suara Aki (kakek) untuk yang terakhir kali. Oh iya hampir lupa, di
tahun ini gue juga bener-bener merasakan sakitnya ngeliat orang yang gue sayang
dan peduliin nangis, dan gue ngga bisa ngelakuin apa-apa buat bikin dia berenti
nangis.
Here are some highlights about the year:
“Orang-orang disini emang
diajarin untuk terlalu peka sama keadaan sekitar. Jadi ya, wajar kalo rasanya
kayak ngga punya privasi disini.”
“Egois itu dicptain untuk dipake.
Jadi sekali-kali ngga apa-apa, dipake egoisnya.”
“Ngga selamanya niat baik dapat
dimaknai dengan baik oleh orang lain.”
“Leave, or stay?”
“Lo itu emang polos, naif, apa
bego, sih? Yang kayak gini lo masih bilang temenan?”
“Kalo kamu masih gini terus,
semester depan cuti kuliah aja. Mamah nguliahin kamu biar kamu bisa ngeraih
cita-cita kamu, bukannya sibuk kayak gini. Mending Mamah kehilangan waktu,
daripada kehilangan anak sendiri.”
“Lo kok kayak takut banget
kehilangan gue gitu, sih?”
“Ada konsekuensi yang harus
dilakukan untuk sebuah komitmen, ada pengorbanan yang harus dijalanin untuk
sebuah tanggung jawab, dan ada sebuah harga yang harus dibayar untuk sebuah
jabatan.”
2017 – Tahun ini adalah tentang
keikhlasan. Di awal tahun ini gue dapet pelajaran bahwa perihal menyayangi ngga
selalu hanya tentang dua orang aja, tapi juga orang-orang lain di hidup mereka.
Tahun ini rasanya kayak tahun terberat sekaligus tahun terkeren dalam hidup
gue. Gue dapet banyak banget pelajaran, drama kehidupan, sekaligus kebahagiaan
di tahun ini. Gue jadi sarjana di tahun ini!! Akhirnya gue bisa ngerasain yang
namanya bangga sama diri sendiri… Sebenernya ngga akan jadi bangga kalo gue
skripsian dengan tenang. Tapi skripsian gue sangat dipenuhi dengan air mata…HAHAHAHAHA.
Ada beberapa orang yang gue pikir bisa jadi support
system gue justru menjauhi gue gitu aja tanpa gue tau alesan mereka jauhin
gue. Dan ini ngga cuma satu atau dua orang. Tapi akhirnya semuanya kembali
baik-baik aja. Di tahun ini akhirnya gue bisa bikin Mamah nangis bangga, bukan
nangis sedih dan kecewa karna gue selalu mementingkan tanggungjawab gue di luar
rumah dibanding tanggung jawab gue sebagai anaknya. Di tahun ini gue
bener-bener ngerasain uluran tangan sahabat-sahabat gue di hidup gue. They are for real! My world was a mess, I almost
ruined everything. Yet they were there. Help me to through all of those painful
pieces. Temen-temen gue di kampus juga matahin ketakutan gue di awal masuk
kampus. Dunia kampus ngga seindiviualitas itu. Karna di tugas akhirnya
seindividual skripsi pun, gue ngga pernah bener-bener sendirian ngerjainnya. Di
tahun ini gue juga mengambil sebuah keputusan yang baru pertama kali gue ambil
seumur hidup. Bukan tentang pendidikan, bukan tentang tanggung jawab, bukan
tentang komitmen, tapi tentang menghapus seseorang secara utuh dari hidup gue,
dan meletakkan dia di sebuah ruang bernama masa lalu dengan sengaja. Bukan karna
benci, bukan karna dia jahat, tapi justru untuk kebaikan dan kebahagiaan
masing-masing dari kita. Di tahun ini gue juga belajar bahwa ternyata beneran ada
sayang yang ngga butuh balasan. Pemberian yang ngga butuh makasih. Peduli yang
ngga butuh dibutuhkan atau ngga. And this
year, I also learn that family is everything. Family is the only people who
will accept you for who you truly are. Dan ngga akan pernah ada orang lain
yang bakal mengusahakan bahagia lo sebaik keluarga lo sendiri. Di tahun ini gue
juga usaha lebih giat untuk nyari uang jajan sendiri!! Susah ternyata!!!
Here are some highlights about the year:
“Kita kan bisa bikin yang lebih
keren dari ini.”
“Skripsi, skripsi, skripsi!” (and all the stuffs about this holy
skripsweet(+shit)).
“Ketika dua orang yang saling
menyayangi pun ngga bisa bersama. Lantas apakah rasa sayang menjadi penting
bagi kedua orang yang menjalin hubungan?”
“Kapan, sih, kalian pernah kenal
gue?”
“Terkadang menghindar justru
menjadi satu-satunya cara untuk mempertahankan pertemanan itu sendiri.”
“Ngga akan ada orang yang bisa
nyakitin hatinya orang sabar. Jadi kalo sakit hati, itu lo lagi kurang sabar
aja.”
“Bahagia sesederhana melihatnya
tertawa itu ada, nyata.”
And I guess that’s all!
Ide bikin tulisan kayak gini
karna gue dikirimin pertanyaan yang kurang lebih isinya menanyakan apakah gue
pernah merasakan penyesalan?
Jawabannya adalah… No!
Jikapun gue dikasih kesempatan
untuk bisa memutar waktu, entah ke tahun yang mana, atau waktu yang kapan, gue
ngga punya niat untuk ngerubah apapun di masa lalu gue. Karna itu semua, semua
kekonyolan gue di masa lalu, kebodohan, ketidaksadaran, kekecewaan, kepahitan,
dan hal-hal lain adalah apa yang membentuk gue seperti gue yang sekarang. Apapun
yang terjadi kemarin, adalah untuk mempersiapkan gue versi hari ini. Jadi gue
ngga menyesal. Besides, itu semua
keputusan gue, and in that moment, keputusan
itu rasanya adalah yang terbenar, buah dari hasil pikiran dan perasaan gue
sendiri. Gue ngga pernah memutuskan sesuatu berdasarkan orang lain, gue
memutuskan karna kemauan dan kata hati gue sendiri, jadi kalo gue bilang gue
nyesel. Ya, gue ngga pernah belajar aja namanya dari kesalahan.
Dari seluruh tahun-tahun itu, gue
menarik sebuah kesimpulan.
Bahwa hidup adalah tentang
bersyukur. Kuncinya ikhlas. Then happiness
always be in your side, InshaAllah.
Semoga tahun 2018 ini adalah
tahun yang ngga kalah baik dan serunya dari tahun-tahun sebelumnya.
Kata seseorang, hidup ini kayak roller-coaster,
So just let’s enjoy the ride!
May the favor be with you.
(source: google.com)
Komentar
Posting Komentar