Sebuah Majas.


Daun-daun itu jatuh terbawa angin, hanya mampu mengikuti alurnya saja. Tidak bisa berbuat apa-apa. Daun-daun itu bahkan tidak tau akan dibawa kemana, setelah terlepas begitu saja dari ranting-ranting pohon yang selama ini mengikat mereka. Mengikuti desauan angin, hanya terus mampu begitu.

Setelah ini, kemana?

Tanya salah satu daun pada daun yang lain.

Namun diam, tidak ada jawaban. Atau, tidak ada yang mampu menjawab. Karna ketidaktauan yang sama dimiliki oleh mereka.

Kemudian lagi-lagi angin meniup mereka, hingga ada yang terpisah. Begitu jauh dari teman-temannya.

Daun yang tadi bertanya, ialah yang terpisah begitu jauh. Sementara teman-temannya sudah mulai menyentuh tanah, ia justru semakin tinggi melambung ke angkasa, terbawa entah kemana.

Daun itu berkelana begitu jauh, setiap akan menyentuh tanah, maka angin akan kembali meniupnya hingga ia kembali terbawa.

Bila daun itu bisa meminta, ia lebih memilih untuk berhenti untuk beristirahat saja. Ia lelah, tidak juga menemukan rumah.

Namun rasanya angin belum mau mengistirahatkan daun ringkih tersebut. Ia terus saja ditiup, hingga bergulir kesana-kemari. Hinggap dari dahan ke dahan lain, selalu menyentuh hanya pada hampir, bukan tanah seperti daun-daun lainnya.

Ia memilih pasrah, percuma saja berontak. Ia tidak akan menang, kekuatan angin selalu lebih besar darinya. Maka ia hanya bisa mengikuti angina.

Bertanya sendiri, karna sudah tidak memiliki teman lagi, pertanyaan yang terus saja diulang;

Setelah ini, kemana?


(source: medium.com)

Komentar

much related

Kenapa Kita?

Bertemu.

A Chapter.