Kepada Semesta, Kepada Kamu.
Hai, semesta.
Apa kabar? Rasanya sudah lama
aku tidak menyapamu seperti ini. Maaf, akhir-akhir ini pekerjaan ku menumpuk.
Jarah tempuh antara rumah-kantor, juga menjadi salah satu alasan aku jarang
bercengkrama denganmu lagi.
Jadi, apa kabar?
Iya, aku tau kamu pasti
baik-baik saja. Lewat dedaunan hijau yang kerap aku lihat setiap pagi, aku tau
kamu baik-baik saja. Kemarin sore ada angin lembut tiba-tiba menampar wajahku.
Aku tau itu pesan bahwa kamu merindukan aku. Makanya, aku menyempatkan diri
untuk hadir disini. Menyapamu lagi. Yah, aku pun rindu.
Kabarku? Hmm, aku rasa aku
sedang tidak baik-baik saja. Tapi bukan berarti aku tidak baik-baik saja. Kamu
mengerti maksud ku, kan?
Semesta, jujur saja, takdirmu
kali ini begitu membuat aku jatuh dalam kebingungan tidak bermuara. Bukan,
bukannya aku sedang menyalahkan kamu. Iya aku tau, kamu hanya menjalankan
fungsimu sebagai pusat dunia, memastikan seluruh takdir sampai pada manusia
yang tertitipkan. Tapi, takdir kali ini? Aku benar-benar tidak mengerti apa yang
harus aku lakukan untuk menyikapinya.
Jangan tertawa! Aku sedang tidak
bercanda.
Tak perlu minta maaf! Bukan
salahmu. Aku yang terlalu rentan.
Aku menghirup dalam-dalam aroma
alam mu, masih sama seperti terakhir kali aku datang kesini. Kapan ya? Sudah
lama sekali rasanya.
Atau, jangan-jangan kali ini,
takdir yang sedang dititipkan padaku adalah pesanan mu? Kamu ingin mengerjaiku
karna jarang menengok kamu?
Hei, berhentilah tertawa! Aku
benar-benar sedang tidak bercanda.
Bukan kamu, kan?
Semesta, langitmu hari ini indah
sekali. Semburat jingga yang dikenal senja itu, selalu mengirimkan rasa damai
tidak terjelaskan sampai pada relung hatiku. Ah, terima kasih sudah menjadi
seindah ini. Sayang, panorama indah itu hanya sebentar. Tapi datang setiap
hari. Lucu, ya?
Apanya yang lucu?
Dunia! Dunia ini begitu lucu.
Aku lelah menangis dibuatnya, jadi kadang aku tertawakan saja sedihku ini.
Betapa rasanya takdir selalu punya caranya untuk bermain-main denganku.
Semesta, kamu pasti sudah hafal
betul cerita tentang dua laki-laki yang berhasil membuatku jatuh cinta, bukan?
Untuk dua laki-laki itu, pada akhirnya, menyayangiku adalah sebuah kesalahan
yang harus mereka hentikan. Aku tidak menyalahkan mereka, aku tidak menyesalkan
hal tersebut. Kamu pasti akan bilang, memang begitu takdirnya. Iya, aku setuju.
Semakin jauh aku dari mereka, aku pun semakin sadar, bukan mereka yang aku
butuhkan.
Sekarang, kembali ke hari ini,
saat ini, aku menemukan laki-laki ketiga yang sebenarnya akan mampu membuat aku
jatuh cinta lagi. Apabila aku memberinya waktu untuk memperjuangkanku lebih
jauh. Aku tau aku akan jatuh untuknya, aku tau dia akan mampu meluluhkan hati
yang sudah membatu ini.
Saat ini pun, mungkin sepotong
hatiku telah bersamanya. Di tengah ketidaksadaranku, ia berhasil mengambilnya.
Akhirnya. Setelah berbulan-bulan aku merasa kekosongan tanpa satupun yang
berhasil menyentuh ruang itu, ia mampu.
Dan disinilah takdir
mempermainkanku, lagi-lagi.
Semesta, aku tidak bisa
menceritakan padamu lebih detail siapa dia. Bahkan sangat berat bagiku untuk
mengakui kesalahan besar yang sudah aku buat sendiri.
‘maaf aku sayang kamu.’
Begitu katanya kemarin malam.
Membuatku terbangun dalam tangisan.
Ini yang ketiga kali, menyayangiku adalah
kesalahan?
Kenapa?
Tidak pantaskah aku untuk
disayang?
Aku pun ingin mengecap cinta
serta mengecup bahagia. Aku sudah lelah berjalan, memastikan dan meyakinkan
bahwa aku baik-baik saja, sendirian. Aku pun ingin memiliki tempat berbagi,
tempat dimana aku bisa mencurahkan segala hal yang ada di dalam ku. Tempat dimana
aku tidak perlu berpura-pura baik-baik saja setiap waktu. Tempat dimana aku
bisa tertawa dan menangis sejadi-jadinya.
Dan ketika akhirnya ada yang
mampu menggerakkan hati yang kupikir sudah mati ini, kenapa lagi-lagi ini
adalah kesalahan?
Tidak bolehkah aku bahagia tanpa
dibersamai rasa bersalah?
Iya, kamu boleh tertawa
sekarang. Aku pun.
Menertawai kebodohanku,
menertawai hidupku, menertawai tangisku, menertawai diriku.
Semesta, kamu dengar aku, kan?
Katanya, ia sering berbicara
dengan langit sekarang, maka tolong indahkan langitnya. Ia sering tidur larut,
maka tolong terangkan malamnya. Ia ingin melihat bintang jatuh, maka tolong
setidaknya perbanyak bintang yang mampu ia lihat, agar harapan untuk melihat
bintang jatuh terus hidup di hatinya.
Jagakan ia. Untuk seorang
perempuan yang jauh lebih menyayanginya daripada aku.
Hari sudah menggelap. Aku harus
pulang. Sampai sini dulu, Semesta!
Oh, iya, tolong titipkan salamku
untuknya.
Katakan,
Aku bukan perempuan yang pantas
untuk membuat dia jadi seperti ini. Tidak, aku tidak sebaik yang ia pikirkan.
(source: weheartit.com)
Komentar
Posting Komentar