Seperti Dulu (pt.2)
“Jadi, kenapa?” Tanpa basa-basi,
Dirga segera mengarahkan percakapan mereka pada apa yang terakhir kali mereka
bicarakan di mobil dua hari yang lalu.
“Maafin aku. Ngga seharusnya aku
ngomong gitu.” Jawab Adara.
“I dont need sorry. I need to know why.”
“Okay, maaf kalau ini terdengar konyol untuk kamu, Ga, tapi I just miss the old you, the old us. Akhir-akhir
ini, sekitar 5 bulan ini, aku ngerasa kamu perlahan-lahan berubah menjadi
seseorang yang ngga aku kenal. Semua omelan kamu, keluhan kamu, cerita-cerita
kamu. It’s not the Dirga I know.”
“Maksudnya?
Dirga yang kamu kenal emang Dirga yang seperti apa?”
“Bukan cuma Dirga yang aku
kenal, tapi juga Dirga yang bikin aku jatuh cinta, adalah Dirga yang akrab sama
lingkungan, alam. Dirga yang selalu semangat, Dirga yang selalu semangatin aku.
Dirga yang selalu bisa bikin aku ketawa karna hal-hal konyol yang dia lakuin.”
Adara menghela napas sebelum
melanjutkan omongannya,
“Dirga yang 5 bulan belakangan
ini, bukan Dirga yang itu. Dirga yang sekarang adalah Dirga yang selalu ngeluh,
Dirga yang marah-marah terus, Dirga yang bahkan, ngelarang aku untuk naik
kendaraan umum? I cant even think about
it, Ga. Kamu lupa dulu kita sering banget naik kendaraan umum berdua? Atau
bahkan sebelum sama kamu, aku juga sering naik kendaraan umums sendiri?”
“Bukannya aku ngga mau terima
kamu apa adanya. I love you, I still love
you. A lot. Tapi aku juga ngga mau hidupku setiap harinya dipenuhi oleh
omelan-omelan kamu. I miss the easy us. Dengan
kamu yang selalu ngajak aku bercanda, kamu yang selalu bisa bikin aku ketawa,
kamu yang selalu memandang positif berbagai hal yang terjadi di hidup kita.”
“Aku paham kamu begini karna
kamu ingin yang terbaik untuk aku, untuk kita. Tapi Dirga yang pertama kali aku
kenal, untukku itu adalah Dirga versi terbaik. I’m scared losing you in way you trying to be the best for me.”
Akhirnya air mata yang Adara
tahan sekian lama jatuh juga. Akhirnya ia terisak di depan Dirga.
“Kantor aku juga lagi
berantakan, urusan kerjaan ku juga bikin capek. Dan kadang, hal yang aku mau
adalah ngetawain itu semua bareng kamu. Di atas motor kamu. Sambil menggenggam
angin yang kata kamu sia-sia tapi tetep bikin hati kamu lega. Tapi udah 5 bulan
ini kita cuma terkurung di dalam kotak segi panjang beroda empat, di tengah
kemacetan Jakarta tanpa ngerasain polusinya, ditambah omelan-omelan kamu
tentang segala hal.”
“Bahkan, 3 minggu terakhir ini
aku ngerasa I dont even know you anymore.
Kadang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri sambil liatin kamu ngomong,
‘Ini orang yang beneran bisa bikin gue jatuh cinta? Apakah dia masih orang
yang sama?’
Because I dont feel it that way. Not anymore.”
Adara melepaskan tangis yang
begitu lama ia pendam di dalam pelukan Dirga, “Aku kangen kamu bahkan ketika
hampir setiap hari kita ketemu, Ga.” Ucapnya lirih, membuat air mata Dirga pun
hampir jatuh.
“I’m done talking.” Adara melepaskan diri dari Dirga.
Seperti biasa ketika mereka
sedang membicarakan hal yang begitu serius, keduanya akan bergantian bicara.
Dan ketika salah satu dari mereka sudah selesai, maka dia akan membiarkan yang
lain bicara. Seperti yang sedang Adara lakukan saat ini, membiarkan Dirga yang
bicara.
“Nothing i can say to you beside sorry, and thank you. Memang, aku
akuin awalnya aku ngga ngerti arah pembicaraan kamu. Awalnya aku ngga ngerti
ketika kamu bilang kamu ngga kenal aku, karna aku ngga pernah ngerasa aku
berubah seperti yang kamu bilang, and
thanks to you, now I know.”
Dirga membelai lembut wajah
Adara sebelum melanjutkan,
“Maaf, aku terlalu terobsesi
untuk segera membawa hubungan kita ke arah yang lebih serius, sampai-sampai aku
lupa menjaga apa yang udah kita punya sebelumnya. I need to admit it and I’m sorry.”
“Aku sampe lupa aku punya
kebiasaan menggenggam angin di saat aku stress, aku kaget kamu masih inget hal
itu. Dan masalah aku larang kamu naik kendaraan umum, sorry, I’m just too scared of losing you without realizing you’re a
grown up lady now.”
Adara tersenyum halus mendengar
kata-kata Dirga.
“Ra, makasih. You remind me of our bright days. Aku
salah udah lupa memperhatikan those
little things that matter. Aku lupa, pacarku ini bukan seperti
perempuan-perempuan kebanyakkan yang maunya buru-buru dikasih cincin. Aku lupa,
pacarku ini sangat menghargai hal-hal kecil yang sering dia laluin sama pacar
kesayangannya. Abis, pacarku ini sekarang pakaiannya udah dewasa banget? Aku
jadi ketakutan kamu pengen buru-buru nikah.”
Adara tersenyum lebih lebar
mendengar ucapan Dirga, “This is the
Dirga I know.”
“I always be him, kemarin lagi khilaf. Maaf ya?”
“Ngga butuh maaf, butuhnya?”
“Es krim! Ayo kita makan es
krim.”
“Beneran?”
“Yuk. Siap-siap sana.”
***
“Ra, kenapa ayam jalan
ngangguk-ngangguk?”
“Apa?” Teriak Adara yang tidak
mendengar suara Dirga, terhalang desau angin yang menderu di sekitar mereka.
“Kenapa ayam jalan
ngangguk-ngangguk?” Dirga mengulangi pertanyaannya lebih keras.
“Hmmm, kenapa?”
“Ngga tau jugaa, sih. Makanya
nanya ke kamu.”
“Hahahahaha, nyebelin!”
“Nah kalo babi kenapa jalannya
nunduk?”
“Hmm karna malu ibunya babi?”
“Yah ketauan...”
“Hahahaha, gampang itu mah.”
“Terus kalo katak kenapa
jalannya loncat-loncat?”
“Ya, karna emang kata gitu, kan,
jalannya.”
“Salaaah! Karna dia masih
anak-anak! Hahahaha.”
“Hahahaha, ngeselin banget.”
“Terus, Ra, kenapa itik kalo
jalan kayak lompat kecil gitu?”
“Kenapa?”
“Karnaaa dia seneng ibunya bukan
babi. Hahahahaha.”
“HAHAHAHAHAHA!!! Sumpah nyebelin
banget tebak-tebakan kamu.”
Adara mengeratkan pelukannya
pada pinggang Dirga.
“Nyebelin tapi meluknya erat
banget?”
“Hehehehe, aku sayang banget
sama kamu.”
“Haaa? Adara sayang akuu?” Dirga
berteriak sambil membuka kaca helmnya, membuat beberapa orang yang sedang
berhenti karna lampu merah menengok ke arah mereka.
“Ga, orang-orang pada liatin,
tau!”
“Hahahahaha, biarin ajaaa.”
Dirga dan Adara melanjutkan
perjalanan mereka ke rumah Adara dengan senyum yang tak lepas dari bibir
keduanya. Keduanya kembali merasakan bahagia dan jatuh cinta seperti kemarin
mereka baru saja rasakan. Keduanya kembali merasakan saling yang begitu
melengkapi, seperti dahulu.
(source: weheaerit.com)
Komentar
Posting Komentar