Terbentur Ragu
“Kalo gue ngga sebaik yang lo pikir gimana?”
Adalah apa yang selalu Dira katakan pada laki-laki yang
berusaha mendekatinya. Jawaban mereka begitu beraneka ragam. Ada yang terkejut,
ada yang terlihat biasa saja, bahkan ada yang cenderung tidak peduli. Berbeda
dengan laki-laki di hadapannya yang hanya diam, air mukanya begitu tenang
seakan Dira tidak habis berkata apa-apa. Justru membuat Dira yang kebingungan.
Dia lalu tersenyum, samar.
“Emang menurut lo gue berpikir lo sebaik apa?”
Jawaban laki-laki ini mengejutkan Dira. Ia tersentak.
Setelah sekian lama, akhirnya ia menemukan jawaban baru yang belum pernah ia
dapatkan dari laki-laki lain. Tapi Dira tidak akan menunjukkan keterkejutannya.
Maka ia menjawab dengan nada tenang yang persis sama,
“I dont know. You
tell me.”
“Kalo ternyata gue yang ngga sebaik lo pikir, gimana?”
“Siapa bilang gue pernah mikir lo baik?” Dira justru
bertanya balik dengan senyum simpul khasnya.
“Hahahahaha, okay,
okay. You got me.” Canda laki-laki itu.
“Jadi?”
“Dir, gue ngga mengharapkan apapun dari lo. Gue belom
kenal lo. Gue ngga berani berasumsi apapun. Sejauh ini gue suka ngobrol sama
lo, and that’s it.”
Jawaban laki-laki itu lagi-lagi membuat Dira terkejut.
Sikapnya acuh tak acuh, persis Dira.
“I like you.”
“Wow, ini
ceritanya lo lagi menyatakan duluan?”
“Hahahaha! No, not
in that way. Gue suka aja cara lo jawab gue.”
“You’d better watch
out, then.”
“Kenapa?”
“Nanti sukanya berkembang lebih!”
“You wish, Ga.”
“Jujur sama gue. Setiap lo deket sama cowok, pasti itu
pertanyaan andelan lo, kan? Terus kalo jawaban mereka ngga bikin lo ter-impress, you will think you have every
reasons to go. If I can ask, why?”
Entah ini kali keberapa Dira terkejut dengan omongan
Raga. Tapi lagi-lagi, ia berusaha tenang.
“Kok lo sok tau?”
“Jadi gimana jawaban gue? Bikin lo terkesan ngga? Atau
sekarang justru lo lagi mikirin alesan untuk ngejauhin gue?”
Pertanyaan Raga membuat Dira terdiam.
“Agnes Vidira, I
dig a lot before I greeted you in the first time. And the more i know you, the
more i curious about you. Lo ini, sebenernya punya hati ngga, sih?”
“Kenapa lo harus peduli hal itu?”
“Nope. Gue
bukan mempedulikan itu, gue cuma penasaran aja.”
“Penasaran? Apa yang lo penasaranin? I can answer all of your questions now.”
“Banyak! Salah satunya pertanyaan gue tadi, kenapa Dir? Why you always push people away?”
Pertanyaan laki-laki itu membuat Dira benar-benar
terkejut hingga tidak lagi bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Ia diam.
“Kok diem?” Raga menepuk pipi Dira pelan.
Dira menepis tangan Raga, “Ngga apa-apa. Is your question really need an answer?”
“Kalo lo ngga mau jawab juga ngga apa-apa.”
“I never push them
away. They’d just leave. Ya, sebelum gue ditinggalin, lebih baik gue yang
ninggalin duluan, kan?”
“Kenapa lo yakin banget kalau mereka akan pergi?”
“Because that’s
life, Raga. Gue ngga tau hidup macam apa yang lo alamin sebelum ketemu gue,
but in my life, people come and go.
They’ll always leave in the end.”
“Semua orang di hidup lo pergi?”
“Ngga semua orang, tapi yang bertahan pun ngga banyak. Especially when it comes to love.”
Raga dapat merasakan getar dalam suara Dira ketika
menyatakan kalimat terakhirnya.
“Do you mind tell
me what life you had been through before?”
“This, do you
being care or just curious?”
Raga kembali tersenyum simpul, “Why do you mind if i care or just curious?”
“I wont waste
my time.”
“How about I care?”
“I wont waste
my time on someone who tell me he’s care, when in fact, people just will never
care about others. They just do everything they do for the sake of their ego.”
“How about I’m
being curious?”
“That sounds
better but still, it isnt your business. At all.”
“Okay, now,
how if they stay?”
Dira tertawa sebelum menjawab pertanyaan Raga,
“Hahahahahaha, Ga, i even lost my count
for those who said they will never leave.”
“Lo cuma belum ketemu orang yang mau stick sama lo aja, Dir. Ya gimana mau ketemu kalo ada yang mau
nyoba selalu lo udahin?”
“Gue pikir setiap orang punya caranya masing-masing untuk
menjaga dirinya sendiri. And I choose this
way to keep myself sane.”
“And never
feel a happiness?”
“You dont
always need romantic love to feel happiness, right? And somehow, I still feel
it, kok. In a way you dont understand aja.”
“Okay, I will go
straight to the point. Would you try
me?”
“Maksudnya?”
“Let me try to
be in your side. Let me have your trust. Let me stick with you.”
“Terus kalo gue udah percaya sama lo, dan ternyata lo
ngga bisa stick sama gue, yang bakal
ancur siapa? Lo bisa bertanggung jawab apa? Do
you really could handle me? And all the loves and trusts I’d give you?”
Raga diam. Ia menatap mata Dira, berusaha mencari tahu
jenis luka apa yang pernah perempuan ini hadapi.
Sedalam apa?
Pertanyaan itu terus bergema di pikiran Raga.
“Dont ask
someone to try giving you all she has left when you never know how she survived
from all her sufferings.”
Itu adalah kalimat Dira yang masih Raga pikirkan bahkan
setelah 2 malam mereka tidak bertemu. Dira masih menghubunginya seperti biasa.
Mereka masih menjaga komunikasi. Tapi bukan ini yang Raga mau.
Raga ingin Dira. Seutuhnya,
sepenuhnya.
Komentar
Posting Komentar