Untuk Kecupmu
Kamu pulang malam lagi
hari itu. Kamu masuk rumah tanpa mengucap salam, melepas sepatu lalu menaruhnya
di rak sepatu berwarna kesukaanmu—yang ketika membelinya kita menghabiskan
waktu 10 menit untuk berdebat warna rak sepatu tersebut. Kemudian kamu meminum
air putih yang pasti selalu ada di atas meja makan. Lantas setelahnya kamu
masuk ke dalam kamar mandi, menghabiskan waktu sekitar 15 menit, lalu naik ke
atas tempat tidur setelah memakai celana boxer serta kaos oblong tipis yang
sangat kamu sukai itu. Kamu mengecup keningku, lalu tertidur di sebelahku.
Sesudah kamu
terlelap—aku menandakan dengan dengkur halus dan napas yang mulai teratur—aku
bangun dan memandangimu lekat-lekat.
Wajahmu terlihat lelah
sekali, seperti banyak yang kamu pikirkan, namun entah apa. Sayangnya kita
tidak saling memiliki, atau menyediakan, waktu untuk berbincang setiap harinya.
Aku mengelus kepalamu sayang, mencoba menyalurkan rasa gelisah yang entah sudah
berapa minggu ini aku rasakan tanpa mampu aku ceritakan.
Kurang lebih sudah 2
bulan rutinitas menyita waktu kita berdua. Kamu yang biasa pulang pukul 7
malam, kini pulang selalu di atas pukul 9. Aku sudah terlalu lelah untuk
menunggumu pulang. Aku tertidur pukul 9 untuk bangun kembali pukul 5 pagi
ketika kamu masih terlelap, atau bangun sebentar untuk salat dan melanjutkan
tidur kembali. Kamu biasanya akan terbangun pukul 7 pagi, ketika aku sedang
bersiap-siap berangkat menuju kantor. Waktu untuk sarapan bersama tidak ada
lagi.
Hari libur kita
habiskan masing-masing, terkadang masih dengan pekerjaan, terkadang dengan
teman-teman, atau acara keluarga besar yang tetap saja tidak menyediakan waktu
untuk kita saling bercerita.
Sayang, banyak sekali
hal yang ingin aku ceritakan padamu. Tentang apa saja, tentang aku, tentang
kamu, tentang kita, atau hal-hal di luar kita. Kita dulu selalu saling
meluangkan waktu, kenapa sekarang tidak?
Aku yakin kamupun
merasakan perubahan itu, tapi sejak kapan jurang antara kita menganga besar
seperti ini?
“Kunci pasangan itu komunikasi. Ngobrol, cerita tentang
keseharian. Kalo udah ngga kayak gitu, terus apa poin kita dalam berhubungan
sama pasangan kita? Cuma muasin kebutuhan seksual aja? Itu, sih, bukan
pasangan! Cuma sex buddy aja.
Hahahaha.”
Kata-kata temanku di
kantor 2 hari lalu kembali terngiang. Sejak kapan kita kehilangan poin dalam
hubungan kita? Bahkan rasanya kita sudah tidur saling memunggungi beberapa
minggu terakhir ini. Tidak ada lagi pelukanmu ketika aku terbangun tengah
malam, tidak ada lagi ciuman selamat pagi darimu setelah salat.
Hubungan kita menjadi
dingin, dingin, dan semakin dingin. Ditambah kesunyian tanpa kehadiran anak
kecil sama sekali.
Aku bosan dengan ini
semua. Aku bosan dengan kesendirianku menunggu kamu pulang. Aku bosan dengan
kesepian rumah ini tanpa kamu. Adakah kamu merasakan bosan yang sama?
“Kalo hubungan udah hambar, relain aja. Untuk apa
dipertahanin? Ya ngga, sih? Hahahahaha.”
Kalimat itu juga
menyentil diriku. Padahal aku hanya menguping pembicaraan dari kubikel sebelah.
Tidak sengaja menguping sebenarnya, mereka berbicara terlalu keras.
Sayang, adakah yang
masih dipertahankan dari hubungan ini?
Kamu yang sibuk,
bertemu dengan aku yang juga sibuk. Lantas kapan kita akan memiliki waktu serta
menghidupkan lagi api hubungan kita?
Kamu mengerjapkan mata
dan tersadar aku sedang memandangimu,
“Kenapa Sha?”
“Ngga apa-apa.”
“Yaudah, tidur lagi.”
Kamu merengkuh ku
dalam pelukanmu.
Hangatnya masih sama, nyamannya juga.
Aku balas memelukmu.
“Tidur, ya, sayang.
Jangan mikir macem-macem. Aku sayang sama kamu.”
Bisikmu lembut di
telingaku.
Pertanyaan yang
terlontar beberapa menit lalu langsung mendapat jawaban.
Aku akan bertahan
dengan semua kebosanan ini, demi segala yang pernah kita lalui sebelum ini.
Aku akan bertahan
dengan semua kesunyian ini, demi segala yang pernah kita perjuangkan kemarin
dulu.
Aku akan bertahan
denganmu, demi kecupan mu di kening ku setiap malam. Meski setelah aku tidur
dan tidak menunggumu.
“Iya sayang, aku juga
sayang kamu.”
Ucapku, sebelum
akhirnya ikut terlelap dalam pelukmu.
(source: weheartit.com)
Komentar
Posting Komentar