The Favorite Topic Everyone Talk About—Marriage!


Hi!

Whats going on?

Kehidupan akhir-akhir ini lagi penuh banget sama kejutan, pilihan, kecewa dan bahagia. Yaa lagi naik turun banget kehidupan gue and i cant do anything beside enjoying the ride. Hoping you’re enjoying it too!

Well, entah kenapa rasanya di usia gue, atau memang akhir-akhir ini, tiba-tiba nikah menjadi isu penting bagi (hampir) semua orang. Kebanyakkan dari temen-temen gue, thread twitter, rata-rata membahas pernikahan. Entah tentang pernikahan mereka, keingingan nikah mereka, pertanyaan-pertanyaan tentang pernikahan, atau justru nasihat untuk ngga cepet-cepet nikah. Ya intinya, rasanya akhir-akhir ini pernikahan menjadi topik seru di berbagai ruang pembicaraan.

Sampai akhirnya gue berpikir ‘oh okay, mungkin emang udah seharusnya dan sewajarnya di umur segini gue bahas tentang pernikahan’ meskipun sebenarnya deep down inside gue masih mempertanyakan what is the meaning of marriage? Until finally i found one reason yang jauh dari romantisme bersama pasangan (seperti tinggal bersama, menyatakukan keluarga, menjadi muhrim orang yang gue cinta, dan romantisme-romantisme lain yang kerap dijadikan alasan untuk segera menikah). Sebelum gue menemukan pasangan gue saat ini, yang juga sebenarnya datang tanpa diundang:p, gue bahkan berpikir i aint going to marry until i am 28th or 29th maybe? Gue berpikir tentang hidup sendiri di sebuah apartment kecil, mengatur hidup sendiri dengan berbagai kesibukan gue sendiri. Sejujurnya memiliki pasangan saat ini sebenarnya melompati rencana hidup yang sempet gue susun beberapa tahun lalu.

Anyway, does this sound like i regret having my partner? Because no. I dont regret this, having him is my best decision i’ve ever made last year.

Kembali pada topik pernikahan yang kini sedang awam dibicarakan. Kebanyakkan pasangan mulai memberikan kode-kode kepada pasangannya untuk segera menikah. Atau jelas-jelas meminta nikah. Atau baru dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan tentang jalan hubungan mereka. Adakah mengarah pada suatu tujuan (menikah) atau hanya ingin santai berjalan di tempat. Mulai memasang target, mulai menyiapkan (dan memimpikan) konsep-konsep pernikahan, dan...mulai menekan pasangannya untuk segera menyeriuskan hubungan. Well, wait, ini ngga cuma terjadi pada wanita ke laki-laki, bisa juga laki-laki ke wanita.

Misalnya, finansial laki-lakinya udah siap, tapi justru wanitanya yang belum siap. Atau wanitanya udah siap, justru laki-lakinya yang belum (baik secara finansial maupun mental).

Banyak banget nasihat-nasihat tentang pernikahan beredar, bahwa nikah itu ngga gampang. Nikah itu tentang keputusan untuk tinggal bersama, stick to that one person—sometime you will love and sometime you dont because they’re being asshole—for the rest of your life, ceramah tentang kehidupan rumah tangga yang ngga mudah (karna lo harus mulai mikirin bayar listrik, bayar air, benerin genteng, nyiapin makan dll) juga udah banyak banget. Tapi himbauan bahwa menikah juga tentang menjadi orang tua, justru jarang banget terlihat.

Gue setuju sama teori-teori nikah ngga gampang, nikah bukan cuma tentang cinta, nikah bukan cuma tentang menjadi halal. Tapi gue lebih senang kalo ada yang bilang ‘menikah adalah tentang menjadi orang tua’. It gives me more definitions about marriage.

Menikah adalah tentang menghadirkan individu-individu baru dalam hidup kita. Menikah adalah tentang meluaskan kasih sayang, menciptakan cinta, teruntuk mereka yang nanti hadir di antara dua.
Tapi lagi-lagi, menjadi orang tua ngga semudah bayar listrik, bayar air, benerin genteng, nyiapin makan. Menjadi orang tua lebih dari itu semua.

Balik lagi ke topik pernikahan, dengan pasangan gue saat ini, pernikahan justru menjadi salah satu pembicaraan yang gue hindari. Bukannya gue ngga mau nikah sama dia, tapi rasanya waktunya belum tepat untuk membicarakan itu semua. Baik secara finansial, maupun mental. Gue akhirnya bilang ke dia,

Please stop talking about marriage unless we do.”

Dan dia setuju. Terus gue jadi merenung, salah ngga ya gue ngomong kayak gitu? Jangan-jangan dia jadi berpikir gue ngga serius jalaninnya, atau hubungan kita justru jadi ngga ada tujuan atau target sama sekali.

Tapi terus gue mengambil satu kesimpulan dari renungan gue bahwa, 

keseriusan itu bukan ditanyakan atau dinyatakan, tapi diusahakan dan didoakan.

Keseriusan macam apa yang bisa gue kasih ke anak orang kalo guenya aja masih sibuk ngejar cita-cita? Keseriusan macam apa yang dia bisa kasih ke gue kalo dia aja masih sibuk nyari passion nya?

Jadi, daripada gue ngomongin tentang keseriusan gue, atau keseriusan dia, akan jauh lebih baik gue usahakan keseriusan gue dan gue doakan keseriusan dia, juga begitu sebaliknya.

Kalo nikah cuma tentang hidup bareng, buka sampe tutup mata ngeliatnya dia, tinggal satu atap, berangkat nyium dia pulang meluk dia, stick sama dia seumur hidup gue, ngeliatin dia bete sepanjang hari, nyium keringetnya karna males mandi seharian, toleransi sama sikap nyebelinnya, terima omelannya kalo gue salah—atau simply karna dia lagi pengen ngomel aja, nikah secepatnya juga bisa. Ngga usah bikin pesta, nikah aja di KUA.

But marriage is more than that, akhirnya gue menemukan satu alasan berarti tentang menikah selain agama. Yaitu untuk menjadi orang tua. Jadi sekarang bukan tentang mental gue menjadi pasangan yang sedang dibicarakan, tapi mental gue untuk menjadi seorang ibu. Bukan finansial untuk mengadakan pesta (karna nikah ngga harus pesta, kan?) tapi finansial bagaimana kita siap menyediakan kebutuhan si calon individu baru itu.

(meskipun dalam hati terdalam gue tetep punya konsep pernikahan gue sendiri yang tentu saja tidak hanya akan terjadi di KUA :P)

Ya semoga kita secepatnya siap menjalani keseriusan ini dan kemudian menjadi orang tua. :p

Untuk teman-teman yang membaca, semoga ini bisa membuka mata bahwa pernikahan bukan cuma tentang hidup bareng dan menjadi halal dan tetek-bengek lainnya.

Dan kalo pasangannya belum siap, ngga usah didorong-dorong untuk segera siap, tapi doain aja! Pada akhirnya yang menggerakan hati itu tetap si Maha Pembolak-balik Hati kok.

Selamat berusaha dan berdoa, kita!:)


(source: weheartit.com)

Komentar

much related

Kenapa Kita?

Bertemu.

A Chapter.