Kepada Masa Laluku.


Pagi ini aku berjalan kaki ditemani lagu-lagu soundtrack film Dilan. Kemudian sampailah pada lagu ‘Dulu Kita Masih Remaja’, yang mana lagunya menceritakan tentang masa lalu si tokoh utama dalam lagu, bersama dengan mantan kekasihnya di masa SMA dulu.

Mau tidak mau, segera saja lagu ini mengingatkan ku pada seseorang yang mengisi masa SMA dengan suka dan duka. Bukan hanya kepadanya, namun juga pada seseorang yang bersama-sama denganku membaca novel Dilan untuk pertama kali.

Lagu ini mengingatkanku pada mereka, dua orang di masa lalu yang akhirnya pernah benar-benar masuk ke dalam duniaku, untuk akhirnya pergi lagi.

Hai, apa kabar?

Sudah lama rasanya aku tidak menulis tentang kamu, selagi dulu isi tulisanku bernyawakan kamu.

Aku harap semuanya berjalan baik-baik saja, seperti dulu aku selalu berpesan agar kamu bahagia, ku harap setidaknya, harapanku yang itu benar-benar terwujud saat ini—setelah harap-harap lain yang harus aku ikhlaskan untuk tidak mungkin menjadi nyata.

Teruntuk yang mengisi masa SMA ku, masih suka jus alpukat? Atau masih suka merapihkan rambut depanmu setelah menggunakan helm? Sudah sekian tahun sejak kita tak lagi bercengkrama, padahal kemarin dulu kita sama-sama sepakat untuk menyudahi hubungan dengan baik dan tetap menjadi sahabat. Ah, iya! Apa kabar motor Satria F merahmu? Sampaikan salamku untuknya (kalau masih ada), bagaimanapun motor itu benar-benar menjadi bagian dari cerita kita.

Kemudian kepada kamu yang waktu itu dengan girangnya bercerita sudah menamatkan novel Dilan meski harus begadang semalaman, hai! Kamarmu masih berwarna pink? Eh, sempatkah aku memberitahu dimana aku biasa membelikan makanan ringan kesukaanmu itu (yang dulu aku cari-cari dan tidak ketemu)? Aku biasa belikan itu di supermarket Giant! Sampaikan salamku untuk keponakanmu yang lucu-lucu itu, ya!

Sejujurnya aku masih benar-benar bisa mengingat seluruh kebiasaan mu, kesukaan mu, yang kamu tidak suka, bagaimana membuatmu tertawa ketika sedang merajuk. Hmm lagipula, bagaimana mungkin aku melupakan segala yang pernah menjadi duniaku?

Sungguh menyenangkan memiliki masa lalu seperti kamu berdua. Menyenangkan mengingat bagaimana aku pernah memiliki cerita cinta yang membahagiakan begitu dalam, sampai aku bisa terbangun di pagi hari dengan senyuman. Hal-hal yang mengecewakan, ayo sepakat untuk kita lupakan saja. Mari mengenang hal-hal baik yang kerap membuat kita bersyukur saja. Menyenangkan pula mengingat bagaimana aku pernah menyayangi seseorang sebegitunya, juga disayangi sebegitunya oleh orang lain.

Hari-hariku memang berat selepas kita berpisah. Mengingat beragam janji yang tak mungkin terwujud, mengingat beragam kenangan manis dan lucu yang tidak mungkin lagi aku akan rasakan bersama mu. Namun pada akhirnya aku bisa, aku mampu melepas kaitanku dengan kamu, masa lalu ku. Aku kembali bisa menatap hari dengan semangat, meski pesanmu bukan pembuka pagiku. Aku masih bisa tertidur lelap, meksi tanpa ucapan selamat malam darimu.
Jadi, terima kasih. Terima kasih sudah pernah mengizinkan ku masuk ke dalam dunia mu. Mengizinkan ku untuk menjadi tempat berbagi. Mengizinkan ku mengenal mu lebih jauh. Terima kasih pernah ada dengan ku, terima kasih pernah menjadi orang yang mampu aku andalkan kala itu. Terima kasih pernah mengungkap takdir Tuhan bersama-sama.

Ah, ya, kabarku baik-baik saja. Saat ini sangat baik malah. Meski sempat hancur, sempat berpikir aku tak akan lagi merasakan percaya setelah jatuh dua kali, nyatanya Tuhan mengirimkan laki-laki lain dalam hidupku. Meski sulit untuk memulai, meski takut untuk benar-benar menjatuhkan hati untuknya, namun ia berhasil, aku berhasil. Akhirnya, tau apa? Aku akhirnya menemukan pasangan yang suka sekali kopi, yang suka sekali pedas. Meski, selera musik kami berbeda, jalan pikir kami sering pula berbeda. Namun tak apa. Toh, dengan yang sama pun, pada akhirnya berpisah, kan? Mari kita coba dengan yang berbeda. Setidaknya, kala masalah datang tanpa diundang, dua cangkir kopi bisa menjadi penenang.

Terima kasih pernah melepaskan aku dulu. Tanpa perbuatanmu yang dulu aku pertanyakan itu, mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan laki-laki ini, laki-laki yang bahkan datangnya tak pernah aku harapkan, apalagi aku perkirakan. Namun begitulah, takdir selalu punya caranya sendiri untuk menjadi si penggores cerita, bukan?

Aku harap kamu—kita, baik-baik saja. Aku harap entah kapan, mungkin ketika bumi sedang panas-panasnya dan perut sedang lapar-laparnya; atau saat rintik hujan mulai turun malu-malu dan langkah kaki kita mulai cepat; atau saat kita sedang sama-sama duduk bersantai di gerai kopi kesukaanku—kesukaanku, karna kamu tidak suka kopi!; atau ketika kita hanya saling berpapasan selintas, ku harap pada saat itu kita masing saling mengenal, saling bertukar senyum, dan sapa.

Dan tentu saja, apabila ada selintas ingatanmu tentangku, entah dikarnakan apapun, aku harap yang teringat adalah yang baik-baik saja. Aku harap waktuku cukup untuk meninggalkan kesan baik tentangku di hidupmu. Aku harap segala salahku sudah termaafkan, aku harap meski kita tidak lagi bersama, namun seberkas tentangku kerap menjadi syukurmu atas segala yang pernah kita lewati berdua.

Atas seluruh masa lalu kita yang menyenangkan, aku (masih) menyayangimu. Sebenarnya akan selalu. Seperti janjiku dahulu, namamu masih aku sebut satu-dua kali, demi bersyukur pada Tuhan, betapa baik Ia pernah membuatkan cerita tentang kita.

Sampai bertemu!


(source: weheartit.com)

Komentar

much related

Kenapa Kita?

Bertemu.

A Chapter.