The Man
Harusnya gue udah tidur. Masuk ke alam mimpi, malah harusnya udah mimpi part 3. But the fact is i’m still widely awake. Tatapan Laras tadi bener-bener ngga bisa pergi dari pikiran gue. Salah gue juga, sih, pake bawa-bawa masa lalunya dia. “Why don’t you try to make peace with your past and start to loving someone with your heart?” Kalimat yang gue ucapin sendiri kembali bergema di otak gue. Gema. Ah, nama itu yang sekarang ngebuat Laras jadi begini. No need to think about it, sih. Udah lewat juga. Sekarang adalah gimana supaya Laras berhenti ngambek sama gue. “I think you know me, but you actually dont.” Adalah balasan Laras dari kata-kata gue sebelumnya, yang bikin dia ngeliatin gue dulu beberapa menit dengan tatapan yang... i can’t even find a good word to explain her stares. It was mixed of gloomy, angry, tapi juga sekaligus kayak kosong dan ngga ngerti gue lagi ngomongin apa. Pusing ngga sih? Sama, gue juga. Bertahun-tahun gue sahabatan sama dia, baru se...