Kepada Semesta, Kepada Kamu.
Hai, semesta. Apa kabar? Rasanya sudah lama aku tidak menyapamu seperti ini. Maaf, akhir-akhir ini pekerjaan ku menumpuk. Jarah tempuh antara rumah-kantor, juga menjadi salah satu alasan aku jarang bercengkrama denganmu lagi. Jadi, apa kabar? Iya, aku tau kamu pasti baik-baik saja. Lewat dedaunan hijau yang kerap aku lihat setiap pagi, aku tau kamu baik-baik saja. Kemarin sore ada angin lembut tiba-tiba menampar wajahku. Aku tau itu pesan bahwa kamu merindukan aku. Makanya, aku menyempatkan diri untuk hadir disini. Menyapamu lagi. Yah, aku pun rindu. Kabarku? Hmm, aku rasa aku sedang tidak baik-baik saja. Tapi bukan berarti aku tidak baik-baik saja. Kamu mengerti maksud ku, kan? Semesta, jujur saja, takdirmu kali ini begitu membuat aku jatuh dalam kebingungan tidak bermuara. Bukan, bukannya aku sedang menyalahkan kamu. Iya aku tau, kamu hanya menjalankan fungsimu sebagai pusat dunia, memastikan seluruh takdir sampai pada manusia yang tertitipkan. Tapi, takdir kali...